Drama Abiss! Kaisar Itu Memberi Mahkota, Tapi Hatinya Kosong Tanpa Nama

Di Istana Giok Bulan, di mana aroma bunga persik berpadu dengan kesedihan abadi, Kaisar Langit Xuanzong bertahta. Bukan emas yang membuatnya gemerlap, melainkan kesepian yang memancar dari matanya yang sayu, sekelam lembah bambu di musim dingin.

Mahkota, sebuah simfoni permata dan benang emas, telah ia persembahkan. Bukan kepada permaisuri, bukan kepada selir kesayangan, melainkan kepada lukisan. Ya, sebuah lukisan. Sosok wanita bergaun awan sutra, wajahnya sehalus embun pagi, tatapannya menyimpan Samudra Abadi.

"Siapakah dia?" bisik para kasim, suara mereka bagai desiran daun yang terhanyut angin.

Kaisar Xuanzong hanya tersenyum pahit. "Dia adalah Nadiku. Dia adalah Bintang Utara-ku. Dia adalah… mimpi yang tak pernah kumiliki."

Hari-hari berlalu, bagai bayangan burung camar di atas permukaan danau. Kaisar terlarut dalam dunia lukisan itu. Ia berbicara padanya, menceritakan beban takhta, impian yang layu, dan cinta yang tak mungkin. Di taman istana yang luas, ia menanam bunga teratai sebanyak jumlah hari yang ia habiskan memandangi lukisan itu, setiap kelopaknya adalah satu kerinduan.

Suatu malam, di bawah cahaya bulan yang pucat seperti jiwa yang hilang, Kaisar Xuanzong memanggil tabib istana. "Aku sakit," rintihnya, "Bukan sakit raga, melainkan sakit Jiwa. Aku merindukan… dirinya."

Tabib tua itu, dengan bijaksana yang terukir di wajahnya bagai peta jalan kehidupan, menatap Kaisar. "Yang Mulia," ujarnya lembut, "Lukisan itu… dibuat berdasarkan lagu rakyat yang terlupakan. Legenda mengatakan, wanita itu adalah roh gunung yang melindungi negeri ini. Ia hanya muncul dalam mimpi orang-orang yang berhati murni."

Kaisar tertegun. Jadi, cintanya… hanyalah sebuah ilusi, sebuah epos yang terukir dalam debu sejarah? Namun, kebenaran itu menusuk lebih dalam daripada pedang.

Ia memandang lukisan itu sekali lagi. Sebuah cahaya redup berpendar dari wajah wanita itu. Dan kemudian, suara gemerisik halus terdengar dari balik lukisan. Kaisar, dengan tangan gemetar, merobek lapisan kanvas itu.

Di baliknya… terukir sebuah nama. Bukan dengan tinta, melainkan dengan air mata yang mengering: Xuan Yi.

Nama itu… adalah nama ibunda Kaisar, yang meninggal saat melahirkannya.

Rahasia terkuak. Wanita dalam lukisan itu adalah representasi dari cinta ibunda yang tidak pernah ia rasakan, sebuah kerinduan yang terpatri dalam DNA-nya. Mahkota itu, sebenarnya, adalah persembahan untuk kenangan abadi seorang ibu yang mengorbankan segalanya.

Kaisar Xuanzong jatuh berlutut, air mata membasahi pipinya. Kesedihan yang selama ini ia pendam, meledak bagai gunung berapi. Ia mencintai wanita itu, bukan sebagai kekasih, melainkan sebagai anak yang merindukan ibunya.

Angin berbisik: "Cinta abadi itu… selalu menemukan jalannya."

You Might Also Like: Debunking Myth Do Rodents Lay Eggs

Post a Comment