Harus Baca! Janji Yang Menjadi Kutukan Manis

Lorong istana berbisik. Dindingnya, dipenuhi lukisan usang para kaisar, seolah mengawasi setiap langkah kaki yang berani menyusurinya. Kabut tipis merayap masuk dari taman, menyelimuti ukiran naga dan phoenix dengan misteri yang menyesakkan. Di tengah keheningan ini, sosoknya muncul.

Li Wei. Pangeran Mahkota yang DILAPORKAN tewas sepuluh tahun lalu dalam pemberontakan berdarah. Kini, ia berdiri di depan pintu kamar Permaisuri, tatapannya setajam belati, selembut sutra.

"Ibu," bisiknya, suara yang tak lagi mencerminkan kepolosan masa lalu. "Lama kita tak berjumpa."

Permaisuri, yang selama ini dikenal sebagai lambang kesabaran dan kasih sayang, berbalik. Matanya menyipit, meneliti sosok di hadapannya. "Li Wei? Bagaimana mungkin…?"

"Mungkin saja, Ibu. Atau mungkin, yang selama ini kalian percayai adalah ilusi belaka," jawab Li Wei, senyum tipis tersungging di bibirnya. Senyum yang tak sampai ke matanya.

Ruangan itu dipenuhi aroma cendana dan kebohongan. Cahaya rembulan yang masuk dari jendela menyoroti debu yang berterbangan, seolah menari mengikuti alunan melodi rahasia.

"Kau tahu, Li Wei," Permaisuri memulai, suaranya tenang namun mengandung racun. "Kematianmu adalah tragedi besar. Pemberontakan itu… MEMBEBASKAN kerajaan dari banyak hal."

"Membebaskan?" Li Wei terkekeh pelan. "Atau memuluskan jalan bagi impian Ibu?"

Tensi meningkat. Udara terasa berat, seolah kedua insan ini tengah bertarung tanpa senjata. Kata-kata mereka adalah pedang, menusuk dan menyayat.

"Kau membuat kesalahan, anakku," Permaisuri mendekat, tangannya menyentuh pipi Li Wei. Sentuhan yang dulunya hangat, kini terasa dingin dan menghantui. "Kau seharusnya tetap mati."

Li Wei meraih tangan ibunya, genggamannya erat. "Janji itu, Ibu. Janji yang Ibu ucapkan di bawah pohon sakura saat aku masih kecil. Ibu berjanji akan melindungiku. Tapi Ibu sendiri yang memerintahkan kematianku."

"Janji hanyalah kata-kata, Li Wei. Kekuatanlah yang abadi." Permaisuri menatap Li Wei dengan tatapan dingin dan tanpa penyesalan.

Lalu, Li Wei tersenyum. Bukan senyum pahit, bukan senyum sedih, melainkan senyum kemenangan yang dingin dan menakutkan.

"Kau salah, Ibu. Kekuatan memang abadi. Dan kekuatan itu… selalu ada di tanganku sejak awal."

Dan saat itulah, Permaisuri menyadari bahwa selama ini ia hanyalah bidak dalam permainan sang Pangeran Mahkota.

You Might Also Like: Jual Produk Skincare Lotase Original

OlderNewest

Post a Comment