Kau Datang Membawa Damai, Tapi Pergi Meninggalkan Perang
(Adegan 1: Kota Terlarang, Dinasti Qing, Seratus Tahun Lalu)
Gemerlap lentera merah menari di atas salju yang membeku.
Di taman Istana Timur, Putri Mei Hua, dengan gaun sutra seputih salju, menunggu. Matanya, seperti danau di musim gugur, menatap gerbang yang jauh. Dia tahu, malam ini, takdirnya akan berubah.
Lalu, dia datang. Jenderal Li Wei, gagah berani dengan baju besinya, wajahnya setampan dewa perang. Mereka saling mencintai, sebuah cinta yang dilarang, terlarang karena Mei Hua dijodohkan dengan pangeran dari kerajaan tetangga.
"Mei Hua," bisik Li Wei, suaranya serak tertahan, "Jangan pergi."
Mei Hua menggeleng, air mata membekukan pipinya. "Kita tidak punya pilihan. Ini demi kedamaian kerajaan."
Namun, takdir punya rencana lain. Malam itu, mereka tertangkap basah oleh Kaisar. Li Wei dituduh berkhianat, Mei Hua dianggap mencoreng nama baik keluarga kerajaan. Di altar pengadilan, dengan pedang terhunus di atas kepalanya, Li Wei mengucapkan janji yang membakar jiwa.
"Seratus tahun lagi, Mei Hua! Aku akan menemukanmu! Dan kita akan membayar semua ini dengan darah!"
Lalu, pedang jatuh. DARAH MERAH MEMBASAHI SALJU PUTIH.
(Adegan 2: Shanghai Modern, Masa Kini)
Lin Xi, seorang pelukis muda yang sedang naik daun, sering kali merasa ada kekosongan dalam hatinya. Dia melukis bunga plum, Mei Hua, berulang kali, tanpa tahu kenapa. Lukisannya selalu bernuansa kesedihan yang mendalam.
Suatu hari, di galeri seni, pandangannya terkunci pada seorang pria. Dia adalah Jiang Chen, seorang CEO muda yang dingin dan berkuasa. Matanya…mata itu…terasa sangat familiar.
"Kita pernah bertemu?" tanya Lin Xi, suaranya bergetar.
Jiang Chen menatapnya tajam. "Tidak. Tapi, aku merasa…aneh di dekatmu."
Rasa asing bercampur rindu membayangi pertemuan mereka. Lin Xi bermimpi tentang taman istana bersalju, tentang janji berdarah. Jiang Chen selalu merasa ada kemarahan yang membara dalam dirinya, tanpa tahu apa penyebabnya.
Mereka mulai dekat. Cinta tumbuh perlahan, seperti tunas di musim semi, namun dihantui oleh bayangan masa lalu yang kelam.
(Adegan 3: Mengurai Misteri)
Lin Xi menemukan sebuah kotak tua di loteng rumahnya. Di dalamnya, ada lukisan dirinya sebagai Putri Mei Hua, dan surat dari seorang jenderal bernama Li Wei. Surat itu menceritakan cinta mereka, pengkhianatan, dan janji balas dendam.
Jiang Chen, tanpa disadarinya, adalah reinkarnasi Li Wei. Perusahaan yang ia pimpin dibangun untuk satu tujuan: menghancurkan keluarga yang telah menghancurkan hidupnya di masa lalu, keluarga yang dulunya adalah keluarga kerajaan yang menjebak Li Wei dan Mei Hua.
Kebenaran terungkap. Lin Xi adalah reinkarnasi Putri Mei Hua. Jiang Chen adalah Li Wei yang datang untuk membalas dendam.
DUNIA RASANYA RUNTUH.
(Adegan 4: Balas Dendam dalam Keheningan)
Jiang Chen berdiri di hadapan para petinggi keluarga yang telah menghancurkan kehidupannya. Dia bisa saja menghancurkan mereka dengan mudah, membangkrutkan mereka, mempermalukan mereka. Tapi, dia tidak melakukannya.
Lin Xi menatapnya dengan tatapan memohon. "Jangan. Balas dendam tidak akan membawa kedamaian."
Jiang Chen menunduk. Kemarahan itu perlahan mereda, digantikan oleh rasa sakit yang mendalam.
Dia berbalik, meninggalkan mereka dalam keheningan. Keheningan yang lebih menyakitkan dari teriakan. Keheningan yang akan menghantui mereka selamanya. Dia membiarkan konsekuensi perbuatan mereka menghantui mereka. Dia membiarkan karma bekerja.
(Adegan Penutup)
Lin Xi dan Jiang Chen berdiri di tepi pantai, menatap matahari terbenam. Ombak berdebur seperti bisikan dari masa lalu.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Lin Xi.
Jiang Chen menggenggam tangannya erat. "Kita akan membangun masa depan. Masa depan tanpa kebencian."
Namun, di mata Jiang Chen, ada kilatan kesedihan yang tak terucapkan.
"…Aku akan selalu mencintaimu, Mei Hua…selamanya."
(Kalimat Menggantung)
"...Ingatkah kau, janji di bawah pohon persik seratus tahun lalu?..."
You Might Also Like: Stay Active And Ready For Dashing
Post a Comment