Cerita Seru: Ia Membakar Suratku, Tapi Abu-Nya Tak Pernah Hilang

Di tengah gemerlap Shanghai yang tak pernah tidur, berdirilah sebuah penthouse mewah, tempat Li Wei bersemayam. Ia adalah seorang wanita dengan kecantikan yang bagai lukisan cat air: lembut, namun menyimpan kekuatan tersembunyi. Bibirnya, yang biasanya melengkung dalam senyum memikat, kini mengatup rapat, menyimpan badai yang bergolak di dalam hatinya.

Malam itu, aroma melati dan mawar memenuhi ruangan, berusaha menutupi bau asap samar yang berasal dari perapian. Di sanalah, di antara kobaran api yang menari-nari, Li Wei menyaksikan surat-surat cintanya dilalap api. Surat-surat dari Zhang Wei, pria yang pernah menjadi dunianya.

Senyumnya, dulu begitu hangat dan tulus, kini terasa seperti topeng yang menipu. Pelukannya, dulu begitu nyaman dan aman, kini terasa beracun, meninggalkan perih yang membakar di setiap pori-pori kulitnya. Janjinya, dulu begitu sakral dan mengikat, kini berubah menjadi belati yang menghunus jantungnya tanpa ampun.

Zhang Wei. Nama itu kini terasa seperti racun yang mengalir di nadinya. Ia mengingat bagaimana pria itu berlutut di hadapannya, bersumpah setia seumur hidup. Ia ingat bagaimana tatapan matanya, yang dulu begitu teduh, kini menyimpan kelicikan dan kebohongan yang tak termaafkan.

Zhang Wei meninggalkannya untuk wanita lain. Seorang wanita dengan koneksi yang lebih kuat, kekayaan yang lebih melimpah. Alasan klise yang terasa begitu menyakitkan, begitu merendahkan.

Li Wei tidak menangis. Air matanya sudah habis tercurah dalam diam. Ia tidak berteriak. Amarahnya disimpan rapat di dalam dadanya, mengendap dan membusuk menjadi bibit dendam.

Ia mengumpulkan abunya, sisa-sisa cintanya yang hancur, dalam sebuah kotak kristal. Ia tahu, bahkan abu pun memiliki kenangan. Dan kenangan, adalah senjata yang paling ampuh.

Beberapa bulan kemudian, Li Wei kembali bertemu dengan Zhang Wei di sebuah acara amal mewah. Pria itu tampak terkejut melihatnya, sedikit menyesal. Ia menghampirinya, berusaha berbicara, berusaha menjelaskan.

Li Wei hanya tersenyum. Senyum yang dingin, tajam, dan menakutkan.

"Zhang Wei," sapanya dengan suara lembut yang bagai beludru. "Selamat atas pernikahan Anda."

Ia menyerahkan sebuah kotak kecil kepada Zhang Wei. Kotak yang sama, kotak kristal berisi abu surat-surat cintanya.

"Ini adalah kenang-kenangan dari saya. Simpanlah baik-baik. Karena Anda akan selalu mengingat saya."

Zhang Wei membuka kotak itu. Wajahnya pucat pasi. Ia mengerti. Ini bukan ancaman pembunuhan, bukan pertumpahan darah. Ini adalah kutukan penyesalan. Kutukan yang akan menghantuinya seumur hidup.

Li Wei melangkah pergi, meninggalkan Zhang Wei terpaku di tempatnya. Ia tahu, dendamnya telah terbalaskan. Bukan dengan darah, melainkan dengan penyesalan abadi yang akan menggerogoti jiwa pria itu.

Ia kembali ke penthousenya, memandang gemerlap Shanghai dari ketinggian. Hatiny masih terasa sakit, masih berdarah. Tapi ia tahu, ia akan sembuh. Ia akan bangkit lebih kuat, lebih bijaksana.

Cinta dan dendam… keduanya lahir dari tempat yang sama, hati manusia.

You Might Also Like: 0895403292432 Agen Kosmetik Penghasilan

Post a Comment