Harus Baca! Tangisan Di Balik Balai Pengadilan Cinta

Debu mentari menari-nari di balik jendela Balai Pengadilan Cinta. Di sanalah, di tengah ruangan yang sarat akan sumpah dan janji yang patah, berdirilah Aisyah. Gaunnya, yang dulu putih laksana harapan, kini kelabu ditelan duka. Di depannya, dengan bahu tegak namun mata menghindari tatapannya, berdiri Arya. Arya, cintanya, suaminya, pengkhianatnya.

Lima tahun lalu, di bawah rembulan yang sama, Arya berbisik, "Aisyah, hanya namamu yang akan terukir di hatiku. Aku bersumpah, kebahagiaanmu adalah napasku." Sekarang, di hadapan hakim yang berwajah datar, Arya dengan dingin mengucapkan, "Saya mengajukan gugatan cerai. Saya sudah tidak mencintai Aisyah."

Aisyah menggigit bibir. Air mata yang sejak tadi ditahannya akhirnya lolos, membasahi pipinya yang tirus. Lima tahun... Lima tahun ia mengabdikan diri, memuja Arya seperti dewa. Lima tahun ia rela melepaskan impiannya, demi mendukung karier Arya yang meroket. Lima tahun, dan semuanya berakhir dengan kalimat sependek itu: "Saya sudah tidak mencintai Aisyah."

Di balik ketegaran Arya, Aisyah melihat sekilas bayangan penyesalan. Mata itu, yang dulu selalu memancarkan cinta dan kekaguman padanya, kini dipenuhi kehampaan. Ia tahu, ada wanita lain. Wanita yang lebih muda, lebih cantik, lebih sesuai dengan citra Arya yang kini sukses dan berkuasa.

Hakim mengetuk palu. Keputusan cerai dikabulkan. Arya berbalik, meninggalkannya. Setiap langkahnya terasa seperti tikaman di jantung Aisyah. Ia ingin berteriak, memaki, mencakar wajah Arya. Tapi ia hanya berdiri, membisu, membiarkan air matanya terus mengalir.

Di luar Balai Pengadilan Cinta, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Seolah langit pun ikut bersedih. Aisyah mendongak, membiarkan air hujan membasahi wajahnya. Di tengah isak tangisnya, ia berbisik, "Kau telah mengambil segalanya, Arya. Tapi kau lupa, KARMA adalah hakim yang paling adil."

Dua tahun kemudian, Arya, yang kini berada di puncak kejayaannya, harus menelan pil pahit. Perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah tiba-tiba diterpa badai krisis. Sahamnya anjlok, investor menarik diri, dan citranya hancur berantakan. Di tengah kekacauan itu, ia mendengar rumor. Rumor tentang seorang wanita misterius yang diam-diam mengendalikan semuanya, wanita yang memiliki informasi rahasia tentang kelemahan perusahaannya, wanita yang bernama... Aisyah.

Aisyah tidak pernah secara langsung terlibat. Ia hanya menanam benih, menyiramnya dengan kesabaran, dan membiarkan waktu melakukan sisanya. Ia tidak ingin mengotori tangannya dengan dendam. Ia hanya ingin Arya merasakan apa yang ia rasakan: kehilangan. Kehilangan segalanya.

Ketika Arya bangkrut dan ditinggalkan oleh wanita yang dulu membuatnya berpaling, ia kembali mencari Aisyah. Dengan wajah memelas, ia meminta maaf, memohon ampun. Aisyah menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun rasa iba.

"Kau datang terlambat, Arya," bisiknya. "Cinta yang kau sia-siakan telah menjadi pedang yang melukaimu."

Lalu, Aisyah berbalik, meninggalkan Arya terpuruk dalam penyesalan dan kehancuran. Balas dendamnya sempurna, namun pahit. Ia telah membuktikan bahwa keadilan itu ada, namun harga yang harus dibayarnya adalah kehilangan cinta sejati.

Di tengah keheningan malam, Aisyah bergumam, Apakah ini akhir dari kisah cinta kita, atau awal dari babak baru yang lebih mengerikan?

You Might Also Like: Jualan Skincare Bisnis Tanpa Stok

OlderNewest

Post a Comment